Di sebuah tempat hiduplah seorang gadis
sombong yang bernama lengkap Bulan Putri Purnama, Panggil saja Bulan. Dia
adalah Putri tunggal Pengusaha yang terkenal di manca-Negara. Tinggal bersama
ayah. Dan Ibunya sudah meninggal. Namun ayahnya tidak pernah membawanya ke
makam Ibunya, setiap kali di tanya hanya
bisa mengalihkan topik pembicaran.
Ayahnya adalah orang super sibuk sehingga
waktunya untuk hanya sedikit itu alasan adalah kenapa gadis itu oteriter pada orang-orang
dan persetan dengan omongan orang lain. Dan alasan lainnya adalah gadis itu
merasa tidak ada yang perduli dengannya. Di sekolah gadis itu hanya memiki 3
sahabat.
***
“Hay, teman-teman perkenakan Bintang Putra Wijaya panggil saja
Bintang. Senang bertemu dengan kalian dan mohon bantuannya teman-teman.” Siswa itu
tampak ramah terbukti dia terus memberi senyumnya. Seketika membuat lamunan Bulan buyar. Ketika
tidak sengaja matanya sipitnya beradu dengan mata madu milik lelaki itu Bulan
mendengus.
“Bintang, silahkan duduk disebelah Bulan.”Guru itu menunjuk bangku tepat di
sebelah Bulan.
“Iya, pak, terimakasih, “ balas Bintang membuat salah satu bibir Bulan
terangkat. Ketika Bintang ingin duduk disebelah Bulan, Bulan mengeser bangku
tersebut didekatnya. Seketika Bintang tersebut terjatuh.
Anak-anak
yang ada di kelas pun beramai-ramai tertawa siapa yang paling kencang. Bulan
hanya mengulum senyumnya sambil menatap Bintang dengan sorot meremehkan. Bintang yang melihatnya hanya bisa mengulum senyumnya.
Bulan yang melihat reaksi Bintang membuat moodnya buruk. Bulan memalingkan wajahnya
ketika Bintang duduk dekat dengannya. Di ambang pintu Bulan melihat seorang wanita
paruh baya menatapnya dengan pandangan tidak dapat di artikan. Wanita itu juga menebar
senyumnya.
Siapakah, dia. Huh, kenapa
gue harus penasaran sekali si?.
***
Beberapa bulan kemudian
Sejak ada Bintang, Bulan mulai merasa ada
yang tidak beres dengan kehidupanya. Dimulai dari wanita paruh baya itu.
“Non, kita udah sampai.” Bulan hanya
membalas dengan gumanan.
“Kamu tahu tidak apa yang Bulan lakukan kepada Bintang?" tanya
seseorang yang dari nada bicaranya adalah wanita. Tidak ada angin tidak ada
hujan Bulan membuka pintu dan masuk tanpa diketahui oleh mereka.
Bulan melihat disana ada ayah yang
menunduk, Bintang pandang kearah arah Bulan, lebih tepatnya kearah pintu dengan
tatapan kosong, lalu wanita paruh baya yang tak dikenal Bulan tapi familiar
berkacak pinggang dihadapkan ayah.
“Ya, maaf Rasti. Saya janji akan mengubah sifat Bulan.” Ayah merasa
bertahan posisi yang sama.
“Ya, mau mengubah Bulan bagaimana kalau kau saja sibuk dengan perkerjaanmu.
Mau kiamat pun Bulan akan tetap begitu am," jerit sarkatis wanita itu, dan
Ayahnya mulai mengangkat wajahnya.
“Ya, ya, ya. Aku tahu tapi itu kan salah mu sendiri kenapa kau menyembuyikan
anak ku,” kata Ayahnya kesal
sambil mengelus puncak kepala Bintang. Bintang yang mendapat pengakungan
itu masih mengeming.
Apa, maksud ayah?
“Hey, harusnya aku yang protes
bukan kamu. Kau lihat kan sekarang anakku menjadi begini karena siapa? Harusnya
Bulan juga tinggal bersamaku maka Bulan akan menjadi anak yang baik
sekarang.” Sekarang wanita itu tidak menyerit lagi. Pandangan mata wanita itu sekarang mengarah ke
Bulan, matanya mulai meneteskan air mata.
Ayah, berbohong tentang kematian ibu, dan gue bukan anaknya satu-satu ayah.
“Bb bu bul bulan...” kata ayah, Bintang, dan Wanita tersebut, gagap, yang
baru megetahui kehadiran ku. Bulan hanya bisa lari sekuat tenaga tanpa
menghiraukan teriakan mereka bertiga.
“AWAS! “ teriak Bintang, dan Bulan
merasa ada yang mendorong tubuhnya ditepi jalanan. Bruukkkk.
Jika takdir sudah bisa mengalahkan usaha maka tidak ada yang bisa mengalahnya.
“Arggggggggggh!” teriak itu bukan Bintang tapi juga Bulan. Sesat Bulan
merasa dirinya terpental bersama Bintang. Samar-samar juga Bulan meliat
disampingnya ada Bintang yang megeluarkan darah segar di kepalanya dan semua
gelap.
Semua orang yang berada di tempat kejadian pun berondong-berondong menghampiri
mereka, terutama orang tua mereka.
***
Bulan Perlahan-lahan membuka matanya, mengerakan tangan, dan hidungnya
mulai mencium bau obat-obatan khas rumah sakit. Semua orang yang berada di ruangan itu mengerumbuminya.
“Sudah bangun ya sayang “
“Sudah bangun ya sayang “
Ayah dan ibu Bintang bertanya bersamaan, tapi tidak ada jawabanya. Kedua orang
tuanya mulai merasa panik. Sedang sang
empu hanya sibuk melihat keseliling.
“Dimana Bintang?” Tidak ada jawaban membuat Bulan menjadi naik pitam.
1 tahun kemudian
Setelah
kejadian itu Bintang bangun dari koma. Orang tua mereka juga mau rujukan lagi. Ya, tepatnya 11 bulan Bintang
bangun dari komannya. Akhirnya kesalah pahaman tentang kematian Ibu telah
selesai dan jangan lupa tentang Ayahnya yang sibuk dengan kerjanya ternyata malah mencari Bintang.
Ibunya juga pernah bilang padanya kalau
pada saat itu menatapnya tajam disekolah itu karena Ibunya masih tidak
menyangka kalau anaknya akan seperti ini. Bintang juga sudah tahu dari dulu waktu kecil, kalau ia memiliki adik dan
itulah adalah alasan kenapa setiap Bulan dan Genknya membullynya, ia malah diam dan tersenyum. Ketika seantero
sekolah tahu kalau mereka saudara kambar mereka terkejut. Sekarang Bulan mulai
merasa bisa merasa bersyukur.
Namun ada satu hal yang menganggu Bulan
adalah kelurganya yang suka mengurus urusannya dan memanjakannya seperti anak
kecil saja. Teman-temannya juga sering sekali kerumahku dan kami biasanya memasak.
Namun sejak adanya Bintang, Bulan dan teman sengenknya nilai mereka mulai
membaik dan tentunya sikap mereka juga.
“Bulan melamun melulu, bukannya
makan," tegur Bintang membuat lamunan
Bulan pecah seperti kaca.
“Oh, ya. Mau di suap kali dengan ayah atau ibu atau Bintang. Ya kan bu?” ungkap
ayah, melirik ibu.
Sebelum Ibu menjawab, Bulan membalas: “Tidak, kok yah. Tapi.”
“Terima kasih,” lanjut Bulan. Reaksi mereka seperti yang
diharapkan. “Maksudnya terima kasih karena membuat Bulan berubah menjadi Bulan
yang lebih baik.”
“Kami juga terima kasih.” Serempak mereka berkata sambil memelukku hangat. Sekarang Bulan mengerti kenapa dia kesepian karena dia tidak mau bersyukur dan bersikap buruk pada siapa pun.
END
Tidak ada komentar:
Write komentar