Latest Reviews

Mengatasi rasa benci atau tak suka, pada seseorang yang memberi luka, baik sengaja atau tidak

  Di jaman sekarang ketikkan atau omongan bisa memberi luka, baik sengaja atau tidak.  Karena, hal tersebut banyak orang menyimpan dendam. T...

Jumat, 11 Januari 2019

RAHASIA DIARY USANG NODA DARAH




 





 

 

Cermin ini karya : Wahyu sri sugesti

KELAS: 8 SMP 3 RANTAU PANJANG KECAMATAN SIMPANG HILIR

KABUPATEN KAYONG UTARA KALIMANTAN BARAT

RAHASIA DIARY USANG NODA DARAH.

 

Agara Anissa Star, namanya panggilan Ara. Anak kedua dari tiga saudara. Abangnya kelas IX, bernama  Muhammad Rian Akbari panggilan Rian, Dan adiknya sekaligus kembar kelasnya VII Aisyah Jessicka  Star panggilan Ai, Ayahnya  bernama Muhammad Agara Akbari, dan Ibunya bernama Arassya Jessicka Anisa.

 

Bruuk  

Praaak

 

Bunyi keras seseuatu yang pecahan diikuti cibiran Ai dan gerutu Rian. Seketika membuat lamunan Ara buyar, reflek dirinya melihat gudang yang disebelah rumah mereka. Ah, dulunya rumah mendiang Kakek dan Nenek.

“Ara, tolong ambilkan bolanya dong itu kan salah kamu tadi!” perintah Rian. Seketika membuat Ara tersadar sekali lagi, langsung menghela nafas dengan tingkah semena-mena saudaranya. Dengan langkah yang terasa berat karena merindu. Gudang itu memiliki banyak kenangan. Terasa indah dan menyesakkan, ketika ingat itu hanya bisa menjadi kenangan yang tidak bisa diputar kembali.

 

 

***

Kumuh, kotor dan seperti tempat-tempat yang tidak ada penghuninya. Tikus-tikus mungkin banyak berkeliaran disini. Namun semua yang dipikirkan Ara ternyata salah. 

 

“Huh, dimana sih bolanya,” gerutu sambil melihat kesekeliling, setelah lama mencari ia lihat bola tersebut buru-buru mengambil bola tapi,…..

 

“praaaang,“ bunyi khas benda jatuh. Reflek dirinya melihat ke bawah. 

 

“Argggggggggh,” pekik kaget bercampur ngeri Ara, ketika melihat buku diary using noda darah, yang ada ...

 

Sementara, di luar gudang tampak Ai dan Rian saling berpadu pandangan. Tanpa banyak kata mereka  mengambil langkah kaki seribu. Sesampainya, disana nafas mereka tersengal-sengal. 

 

“Ada apa, Ara?” tanya Ai. Ara tidak tahu sejak kapan mereka ada disini. Namun, itu tak membuat Ara berkutik dari diary itu, merasa ada tak respon dari Ara. Mereka berdua mengikuti arah pandang Ara. Mata mereka membulat sempurna dan mulut mereka terganga lebar. Ada perasaan takut, ngeri, lega sekaligus kesal. 

 

Mereka serempak menatap amarah Ara. Meskipun ditatap seperti itu Ara tetap menatap buku itu. “Hey, kau kenapa menulis diary lalu diberikan cat warna ini sih,” cibir Rian   Rian mengernyit ketika Ara mengeleng dan memberi wajah serius, setelahnya memperhatikan itu ke arah mereka. Ara dan Ai membacanya.

 

 

Kamis, 31 Desember 1998.

Ini adalah tahun baru  yang terburuk pernah ada di kehidupanku. Seharusnya,kami berjalan bersama. Seperti tahun-tahun yang lalu. Tapi, orang tuaku malah bertengkar hebat.

 

“Ya, ampun Ara kenapa kau menulis seperti ini mau buat orang tua kita benar-benar bertengkar ya?" komentar Rian. “Benar tuh, ra, “ kompor Ai yang seakan tak mau kalah. Sedangkan, Ara  hanya bisa merotasikan matanya, jengah. 

 

“Enak sekali kalian  bilang  seperti itu. Palingan Abang yang iseng menulisnya. Ngaku aja itu bukan Ara lho. Paling aja Abang ya? Ngaku,  bang.  Secara abang kitakan yang paling usil daripda kami berdua, kan?” tanya Ara yang disambut anggukkan Ai. Sementara, si empu yang disebut mengeram kesal. 

 

“Benaran, nih ini bukan tulisanku. Tunggu tulisan ini jelas-jelas mirip seperti tulisan Ai . Atau jangan-jangan Ai yang menulis itu? Benar gak, ra,” Bela Rian. Sedangkan, si terdakwa menglongo kaget. Memang itu tulisan persis seperti Ai tapi, tak pernah menulisnya.

 

“Eh, enak sekali Bang ngomong begitu aku gak pernah menulis itu,deh." Rian mengangkat kedua alis sambil tersenyum miring.

“Ahh, keliatan sekali kalau kamu kekatakutan, Ai.”

“Jangan asal nuduh deh, Bang.”

“Apa  kamu. eh, emang K E N Y A T A A N, bukan."

 

Sementara, Rian dan Ai masih bercek-cok ria. Ara tak berminat untuk melerai. Entah kenapa buku diary itu lebih menarik. Awalnya, ragu untuk  mengambil buku diary itu ditempat yang baru Rian letakkan barusan sebelum bercek-cok ria bersama Ai. Akhirnya pendeabatan dalam bantin Ara mengalah sambil duduk bersila membuka buku itu.

 

 

 

Minggu, 14 Januari 1999

 

Abang dan Papa jahat ninggalkanku dan Mama. Mama menanggis tanpa henti-hentinnya. Aku benci abang Aga dan Papa..

 

 

Wajah Ara tampak kebingungan.  “Nama itu seperti nama papa. Hallo, Ara nama Aga kan banyak gak cuma nama papamu saja.” Ia akhirnya membuka halaman selanjutnya. Sekarang rasa penasarannya malah menjadi-jadi.

 

 

 

Rabu,3 Maret 1999

 

Sekarang ku tak memiliki siapapun yang akan kujadikan sandaran. Mama telah pergi jauh sekali dan tenang disana..

 

***

“Itu pasti pukulan berat baginnya.” 




Sabtu, 6 Maret 1999

 Ibu panti tak memiliki hati pada kami semua. Ku tak tahan lagi disini. Aku kabur tapi tertangkap lagi. Kata ibu panti ada yang ingin mengasuhku. Ahhh, saya takut sekali dengan siapa yang akan menjadi orang tua asuhku.

 

***

"Malang sekali. Sudah jatuh tertimpa tangga, deh.”

 

 

 

Senin, 8 Maret 1999

Ternyata, pikiran kusalah. Mereka adalah keluarga  yang harmonis. Bunda Lisa yang penyayang, Ayah yang berwibawa, Cia yang ramah sekali, dan Abang Ilham yang tenang.

 

***

“Baguslah, jika keluarga itu harmonis.”

 




Kamis, 11 Maret 1999

Ku telah membohongi semua orang termasuk keluarga angkatku. Maafkalahku, Cia, Abang Ilham, Bunda, Ayah, teman-teman.  Namun, ku bahagia sekali hari ini.

 

***




Senin, 22 Maret 1999

Munafik teman-teman mereka hanya membohongi aku. Ku tak sengaja  mendengar percakapan Lisa dan teman-temannya. Mereka hanya ingin uang.

 

***

 

 

 

Selasa, 31  Desember 2002

Tiga tahu sudah ku tak bertemu Papa dan Abang. Dan, hari ini tepatnya tahun baru. Ku tak sengaja bertemu Papa dan Abang bersama keluarga barunya di tahun baru. Biarpun aku bersama kelaurga baruku tapi rasanya ada yang kurang. Ku tak berani bertemu langsung dengan mereka.

 

***

 

 

Selasa, 7 Januari 2003

Sedih, senang, perih, dan kecewa. Bercampur aduk Abang gak mengingat diriku.

Tapi, aku senang Abang sekelas malahan kami duduk semeja seperti dulu sebelum kejadian itu.

 

***

 

 

 

Rabu, 8 Januari 2003

Semua teman ku kecuali abangku, Cia, dan kakak Ilham yang ada untukku. Hanya mereka tidak yang lain!

 

 

***

Ara hanya menghela nafas gusar

 




Kamis, 9 januari

Ku bertemu teman lama. Ia sangggat baik seperti abangku, Cia, dan kakak Ilham. Namun kami hanya bertemu sebentar saja. Ia telah pergi jauh sekali  sama seperti  bunda meningggalkanku namun ia pergi  karena ketika ingin menyeberang untuk mengajak ku dirumahnya. Naas, ia telah pergi jauuuh sekali. Tapi, sebelum  pergi sempat mmemberikanku kalung yang berisi ehmmm kamera cctv.  Aku tak mengerti kenapa  memberikan itu. Namun, aku akan tetap selalu merawat kalung tersebut. 

 

***

 



Jumat, 17 Januari 2003

Kemarin, hampir saja Papa mengetahui jati diriku. Huh, kenapa tidak aku nolak aja pemintaan Abang untuk kerja kelompok dirumahnya.

 

 

***

“Untuk apa menolak permintaan Abangmu,” gumannya.

 

 

Jumat, 24 Januari 2003

Mereka membullyku habis-habisan. Namun, entah apa yang terjadi Abangku menolongku.

***

Ara menghela nafas berat dan kesal setengah mati.

 




Kamis, 30 Januri 2003

Sepandai-pandainya orang menyembunyikan bangkai pastikan tercium juga. Peribahasa itu pantas untukku. Mereka telah mengetahui tentang jati diriku. Sejak Abang mengetahui jati diriku. Abang memohon kepadaku untuk tinggal bersamanya. Bukan, aku tidak mau tapi, Ibu tiri dan saudara tiri ku tak senang dengan aku. Abangku dan Papa semakin gencar untuk aku kembali dan mereka berdua semakin gencar untuk membullyku. Sedangkan, keluarga angkatku memaklumiku biarpun Cia sempat merajuk.

 

***

Ara semakin merasa kasihan. 

 




Sabtu, 16 januari 2003

Hari ini aku kemah bersama keluarga. Entah apa yang kurasakan sebelum pergi kesini. Hari ini terasa aneh. Tidak tahu kenapa aku juga ingin memberi kalung ini kepada Cia.  Dengan syarat Cia harus menjaga ini dengan baik tapi, aku tidak memberi tahu kalau kalung ini berisi cctv.

 

***

Ara akan membuka halaman terakhir. Namun, sebuah peringatan berada dibawah  bacaan itu  tertulis dengan noda darah.

 

 

Jangan membuka halaman selanjutnya.

 

***

“Apaan maksudnya?” tanya Ara ngeri sekaligus penasaran. Sedangkan, kedua saudaranya yang bercek-cok ria itu berhenti. Mereka memandang aneh Ara. Rasa penasaran membuat mereka mendekati Ara tanpa Ara yang mengetahui kehadiran. Ara sibuk dengan pikirannya.

 

“Maksudmu, apa Ara?” tanya Rian membuat Ara kaget.

“Ini, bacalah.” Ara memperlihatkan bagian buku bagian belakang, setelah rasa kagetnya hilang. 

 

“Ah, paling aja cuma iseng,” cibir Ai sambil membuka buku halaman selanjutnya. Namun, secara tiba-tiba, lingkaran yang besar menarik mereka dengan paksa ke dalam dalam buku itu. Semakin lama makin kecil lingkaran itu.

 

Disebelah Rian tampak seorang wanita yang wajahnya seram. Ia menunjukkan  kearah jurang. Mereka langsung menoleh kearah jurang yang ada beberapa perempuam remaja yang menyeret seorang perempuan yang sama dengan perempuam yang disebelah Rian. Mereka reflek saling memandang satu sama lain mengidik ngeri.

“Tolong  aku Abang Aga, Abang Ilham, Cia, Papa, Mama, Ayah, dan Bunda,” pekikan itu menarik perhatian mereka untuk memandang perempuan itu. 

“Ya ampum kasihan sekali, huh. Agara Anissa Star, tidak ada yang akan mau menolongmu Ara yang manis,” jawab salah satu diantara mereka.

“Jangan sok jadi juara,” balas salah satu diantara mereka sambil menjambak rambutnya.

“Arggh, sakit. Aku gak akan menuruti kemauan kalian,” lirih tapi tegas.

“Oke.” Mereka  mendorong secara bersamaan ke jurang

 

Secarat tiba-tiba lingkaran kembali menarik  Rian, Ara, dan Ai masuk kelingkaran itu dan lingkaran itu menghilang. Mereka kembali didemesi lain lagi. Disekeliling mereka tampak banyak tenda-tenda khas kemping. Di situ mereka kenal beberapa orang, yaitu salah satunya ayahnya, ibunya, pamannya, dan perempuam tadi dan teman-temannya yang mendorong perempuam itu. Ibunya tampak menanggis tersedu-sedu sambil melihat kearah mayat yang berbujur kaku. Begitupun yang lainnnya. Sedangkan, yang teman-tamannya yang mendorong itut takut setengah mati yang tak diketahui siapa pun kecuali hanya mereka saja.

 

Perempuam yang didorong itu menatap Ara, Ai dan Rian nanar.  Lagi, secara tiba-tiba lingkaran itu menarik Rian, Ara, dan Ai masuk keliingkaran itu dan lingkaran itu menghilang. Mereka berada didemesi lain lagi. Disekeliling mereka tampak seperti gudang disebelah mereka tapi itu seperti yang baru. Tampak diary yang dibaca mereka ditulis oleh seseorang yang didorong. Ia menuliskannya sesuatu didiary itu. Ia menaruhkan buku didiary  tersebut paling bawah daripada buku yang lain.  

 

Sekali lagi secara tiba-tiba lingkaran itu menarik  Rian, Ara, dan Ai masuk keliingkaran itu dan lingkaran itu menghilang. Mereka berada didemesi lain lagi tapi kali ini mereka kembali ke tempat semula. Mereka sontak berpandangan satu sama lain. Setelah sadar  mencari buku tersebut yang berada entah kenapa. 

 

“Tolong minta tolong Cia untuk melihat cctv yang ada dikalung itu. Kumohon tolong siapa saja yang membuka buku ini untuk minto tolong padanya dan juga hukum mereka setimpalnya,” baca Ara bertepat datangnya Jesciska (ibu mereka) membuat bingung sambil melihat kalung pemberian seseorang. Rian yang melihat arah pandangan ibunya itu mengikuti pandangannya.

 

***

“Bu, tahukah kalung ini?” tanya Rian.

 

“Ya, ampun yan bukankah Ibu pernah bercerita tentang kalung Ini ya?”

 

“Bu, siapa nama adik tiri Ibu dan sekaligus Adik kandung ayah?”

 

“Agara Anissa Star dipanggil Ara. Seperti namamu Ara. Ya, kakek Raka memberikan nama itu padamu karena kemu sama persis dengan Ara.” Jessicka memberi  tersenyum.  Ara, Ai, dan Rian seketika berpandangan.

“Kenapa?” Tidak ada respon dari parar sudaranya. Ara ragu-ragu bercerita.

 

 

***

“Hay, Riri apa kabar?” tanya Jessicka, takkala mereka semua diruang tamu.

“Baik, kalau kamu bagaiamana?”

 

“Baik juga. Oh, ya Rian tolong pinjam laptop!” perintah Jessicka terhadap Rian yang berpura-pura main laptop.  Rian memberikan laptop tersebut dengan tergesa-gesa. Jessicka langsung melepaskan kalung yang dipakai. Setelah itu, mencari memori ketika memori itu dapat ditanggalkan langsung masukkan ke dalam laptop membuat Riri dan teman-temannya langsung mundur.

“Mau kemana Riska, Riri, dan Rima?”

 

“Ah, tidak. Kami mencari tempat yang nyaman saja.” Jawaban  bertepat dengan selesai kalimat tersebut tergambarlah peristiwa yang menyedihkan.

 

“Ya ampum kasihan sekali, huh. Agara Anissa Star, tidak ada yang akan mau menolongmu Ara yang manis,” jawab salah satu diantara mereka.

“Jangan sok jadi juara,” balas salah satu diantara mereka sambil menjambak rambutnya.

“Arggh, sakit. Aku gak akan menuruti kemauan kalian,” lirih tapi tegas.

“Oke.” Mereka  mendorong secara bersamaan ke jurang

 

Seketika, putaran itu dihentikan oleh Jessicka. Jessicka menatap mereka dengan wajah tak tergambarkan.

 

“Ayo ngaku kalian bukan yang membunuh Ara?” tanya Jessicka yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak. Rasa takut mereka sekarang sudah sedikit menghilang.  Semua yang berada  disana melonggo tak percaya

.

“Kalian bertiga. Kalian harus dibawa kekantor polisi,” ungkap Raka yang membuat mereka bertiga langsung kabur. Namun naas ternyata rumah tersebut sudah dikerpung oleh polisi. Setelah mereka bertiga dibawa polisi. Salah satu polisi mendatangkan  Jessicka,  Ara,  Rian, dan Ai mengatakan terima kasih padan mereka yang disambut tatapan heran Raka dan Aga. Jessicka yang melihat tatapan tersebut bercerita. Ternyata semua ini sudah dipersiapan matang-matang oleh  Jessicka, Rian, Ara, dan Ai. Setelah bercerita Ara  melihat adik kandung Ayahnya tersenyum tulus dan mengucapkan selamat tingggal yang disambut senyum ramah oleh Ara lalu lama-kelamaan menghilang.

 

  

 

END

  

 .    SELESAI DAN SAMPAI JUMPA

 

Bagi yang ingin cerita lainnya dari aku silahkan inbox aku ke fb atau ig untuk tahu cerita lainnya.

                                                                                                                                               

 

    Choose :
  • OR
  • To comment
Tidak ada komentar:
Write komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.