Latest Reviews

Mengatasi rasa benci atau tak suka, pada seseorang yang memberi luka, baik sengaja atau tidak

  Di jaman sekarang ketikkan atau omongan bisa memberi luka, baik sengaja atau tidak.  Karena, hal tersebut banyak orang menyimpan dendam. T...

Kamis, 31 Januari 2019

Kesadaran seorang Kelvin





Cerpen ini karya : Wahyu sri sugesti

KELAS: 8 SMP 3 RANTAU PANJANG KECAMATAN SIMPANG HILIR
KABUPATEN KAYONG UTARA KALIMANTAN BARAT


Di sebuah SMP ada seorang lelaki yang  dingin dan cuek namanya  Kelvin, tidak pernah senyum dengan siapapun dan anti dengan nasihat. Di sekolah hanya memilki satu teman yang baik hati namanya Alan. Namun perlakunnya 360 derajat berbeda dengan Alan memperlakukannya.  

***
“Kamu  lagi, lagi, lagi.” Mela(Kepsek) memberikan selembar surat kepada  Kelvin.
“Keluar kamu dari ruang saya sekarang!” Perintah Mela yang langsung dengan senang hati diikuti oleh  Kelvin.
Sementara 
 Kelvind engan santai membuang surat tersebut di tong sampah didekat ruang guru. “Itu surat apa  Kelvin?” tanya Alan yang berada di depan ruang kepsek karena menunggunya. Bukan menjawab lelaki itu mendorong bahu Alan sedikit keras sehingga membuatnya terhuyung. Lelaki duduk berjongkok dan bersedekap dada sambil memberi smrik. "Jangan sampai orang lain tahu." Kelvin berdiri sesudahnya tanpa membantu Alan. "Atau akan tahu akibatnya," lanjutnya yang membuat tubuh Alan bergemetaran. 


***

 “Perhatian bagi siswa yang bernama  Kelvin Abby Gunawan harap ke ruang kepala sekolah. Sekali lagi perhatian bagi siswa yang bernama  Kelvin Abby Gunawan harap ke ruang kepala sekolah.”

Pengumuman tersebut membuat Alan khawatir berlebihan sedangkan itu Kelvin hanya  melenggang santai. Sebelumnya juga Kelvin menyematkan dirinya untuk menepuk bahu Alan. 

***

“ Kelvin dimana orang tuamu?” tanya lugas Mela. Kelvin hanya menempelkan jari telunjuknya di dagunya, bersikap seolah-olah sedang berpikir. Mela yang melihat reaksi itu membentak Kelvin. Kelvin yang mendapat perlakukan itu hanya bisa tertawa pelan. 
“Sibuk, bu, ” jawab  Kelvin sekesannya. Mendapat jawaban itu membuat Mela sekali lagi memberi surat peringatan yang akan di buang nantinya. 

***
Hari selanjutnya dan seterusnya  runtitas Kelvin  selalu sama, di panggil kepsek, diberi  surat setelahnya akan  di buang suratnya. Setiap harinya Kelvin selalu membully Kelvin dan hanya di tanggapi senyumannya. Pada suatu hari niat  Kelvin ingin mencelakai Alan namun itu berbalik padanya.

***
 Kelvinmengerjap-gerjap matanya berulang-ulang kali. Ketika pandangannya melihat keselilingnya tanpa sengaja matanya  melihat  Alan. Seketika raut wajahnya berubah datar.

“Biarkan saja gue mati,” desis  Kelvin. 
"Jaga omonganmu, Kel! Saya menolongmu bukan karena kasihan tapi  ini adalah kewajiban kita harus saling menolong sesama.”  Kelvin mengerjapkan-ngerjapkan matanya sambil melihat sendu lelaki tersebut. 

“Maaf."

Mata Alan membesar mendengar perkataan maaf Kelvin untuk pertama kalinya. 
"Saya sudah memaafkan anda." 
"Tapi, Lan.
"Saya ingat kutipan bahasa inggris yang pernah saya baca di salah artikel yang Isinya,  “Life has no remote, get up and change it yourself.”  yang Artinya Hidup tidak memiliki kendali, maka bangun dan ubah hidupmu sendiri. Dari yang saya  kutipan ini berasal dari  Mark A Cooper." Kelvin tersenyum kecut. Tak lama kemudian lelaki itu tersenyum lebar. Lelaki itu bertekad berubah dan akan melupakan masa lalunya dan bangun kembali. 


SELESAI DAN SAMAPAI JUMPA 

Bagi yang ingin cerita lainnya dari aku silahkan waku, nomorku

089691871061



Kamis, 24 Januari 2019

Kita, berbeda sahabat




Puisi ini karya : Wahyu sri sugesti

KELAS: 8 SMP 3 RANTAU PANJANG KECAMATAN SIMPANG HILIR
KABUPATEN KAYONG UTARA KALIMANTAN BARAT


Aku bagaikan matahari
Sedangkan, engkau bulan
Aku dan engkau berbeda
Wahai sahabat ku yang tersayang
Aku dan engkau bisa bertemu
Ketika senja dan subuh tiba

 wahai kawan
Aku dan engkau berbeda
Aku, matahari yang menyinari dari pagi-sore
Kau, sahabat ketika senja menghilang engkau akan
Menyinari dunia sampai aku tebit engkau
Akan menghilang lagi

Engkau dan aku tidak akan selalu bersama
Kita berdua sama-sama memiliki tugas
untuk menyinari dunia

Kau tahu aku ingin kita tetap bersama-sama
Tapi kondisi, ini yang membuat ku dan engkau
Tidak bisa bersama-sama

Jadi, aku dan engkau tidak sama sahabat ku
Maafkan kawan aku, matahari

Bagi yang ingin puisi atau cerita lainnya dari aku silahkan inbox ke fb saya wahyu sri dan juga langsung inbox ke wattapad @WahyuSri5, nomorku



Jumat, 11 Januari 2019

RAHASIA DIARY USANG NODA DARAH




 





 

 

Cermin ini karya : Wahyu sri sugesti

KELAS: 8 SMP 3 RANTAU PANJANG KECAMATAN SIMPANG HILIR

KABUPATEN KAYONG UTARA KALIMANTAN BARAT

RAHASIA DIARY USANG NODA DARAH.

 

Agara Anissa Star, namanya panggilan Ara. Anak kedua dari tiga saudara. Abangnya kelas IX, bernama  Muhammad Rian Akbari panggilan Rian, Dan adiknya sekaligus kembar kelasnya VII Aisyah Jessicka  Star panggilan Ai, Ayahnya  bernama Muhammad Agara Akbari, dan Ibunya bernama Arassya Jessicka Anisa.

 

Bruuk  

Praaak

 

Bunyi keras seseuatu yang pecahan diikuti cibiran Ai dan gerutu Rian. Seketika membuat lamunan Ara buyar, reflek dirinya melihat gudang yang disebelah rumah mereka. Ah, dulunya rumah mendiang Kakek dan Nenek.

“Ara, tolong ambilkan bolanya dong itu kan salah kamu tadi!” perintah Rian. Seketika membuat Ara tersadar sekali lagi, langsung menghela nafas dengan tingkah semena-mena saudaranya. Dengan langkah yang terasa berat karena merindu. Gudang itu memiliki banyak kenangan. Terasa indah dan menyesakkan, ketika ingat itu hanya bisa menjadi kenangan yang tidak bisa diputar kembali.

 

 

***

Kumuh, kotor dan seperti tempat-tempat yang tidak ada penghuninya. Tikus-tikus mungkin banyak berkeliaran disini. Namun semua yang dipikirkan Ara ternyata salah. 

 

“Huh, dimana sih bolanya,” gerutu sambil melihat kesekeliling, setelah lama mencari ia lihat bola tersebut buru-buru mengambil bola tapi,…..

 

“praaaang,“ bunyi khas benda jatuh. Reflek dirinya melihat ke bawah. 

 

“Argggggggggh,” pekik kaget bercampur ngeri Ara, ketika melihat buku diary using noda darah, yang ada ...

 

Sementara, di luar gudang tampak Ai dan Rian saling berpadu pandangan. Tanpa banyak kata mereka  mengambil langkah kaki seribu. Sesampainya, disana nafas mereka tersengal-sengal. 

 

“Ada apa, Ara?” tanya Ai. Ara tidak tahu sejak kapan mereka ada disini. Namun, itu tak membuat Ara berkutik dari diary itu, merasa ada tak respon dari Ara. Mereka berdua mengikuti arah pandang Ara. Mata mereka membulat sempurna dan mulut mereka terganga lebar. Ada perasaan takut, ngeri, lega sekaligus kesal. 

 

Mereka serempak menatap amarah Ara. Meskipun ditatap seperti itu Ara tetap menatap buku itu. “Hey, kau kenapa menulis diary lalu diberikan cat warna ini sih,” cibir Rian   Rian mengernyit ketika Ara mengeleng dan memberi wajah serius, setelahnya memperhatikan itu ke arah mereka. Ara dan Ai membacanya.

 

 

Kamis, 31 Desember 1998.

Ini adalah tahun baru  yang terburuk pernah ada di kehidupanku. Seharusnya,kami berjalan bersama. Seperti tahun-tahun yang lalu. Tapi, orang tuaku malah bertengkar hebat.

 

“Ya, ampun Ara kenapa kau menulis seperti ini mau buat orang tua kita benar-benar bertengkar ya?" komentar Rian. “Benar tuh, ra, “ kompor Ai yang seakan tak mau kalah. Sedangkan, Ara  hanya bisa merotasikan matanya, jengah. 

 

“Enak sekali kalian  bilang  seperti itu. Palingan Abang yang iseng menulisnya. Ngaku aja itu bukan Ara lho. Paling aja Abang ya? Ngaku,  bang.  Secara abang kitakan yang paling usil daripda kami berdua, kan?” tanya Ara yang disambut anggukkan Ai. Sementara, si empu yang disebut mengeram kesal. 

 

“Benaran, nih ini bukan tulisanku. Tunggu tulisan ini jelas-jelas mirip seperti tulisan Ai . Atau jangan-jangan Ai yang menulis itu? Benar gak, ra,” Bela Rian. Sedangkan, si terdakwa menglongo kaget. Memang itu tulisan persis seperti Ai tapi, tak pernah menulisnya.

 

“Eh, enak sekali Bang ngomong begitu aku gak pernah menulis itu,deh." Rian mengangkat kedua alis sambil tersenyum miring.

“Ahh, keliatan sekali kalau kamu kekatakutan, Ai.”

“Jangan asal nuduh deh, Bang.”

“Apa  kamu. eh, emang K E N Y A T A A N, bukan."

 

Sementara, Rian dan Ai masih bercek-cok ria. Ara tak berminat untuk melerai. Entah kenapa buku diary itu lebih menarik. Awalnya, ragu untuk  mengambil buku diary itu ditempat yang baru Rian letakkan barusan sebelum bercek-cok ria bersama Ai. Akhirnya pendeabatan dalam bantin Ara mengalah sambil duduk bersila membuka buku itu.

 

 

 

Minggu, 14 Januari 1999

 

Abang dan Papa jahat ninggalkanku dan Mama. Mama menanggis tanpa henti-hentinnya. Aku benci abang Aga dan Papa..

 

 

Wajah Ara tampak kebingungan.  “Nama itu seperti nama papa. Hallo, Ara nama Aga kan banyak gak cuma nama papamu saja.” Ia akhirnya membuka halaman selanjutnya. Sekarang rasa penasarannya malah menjadi-jadi.

 

 

 

Rabu,3 Maret 1999

 

Sekarang ku tak memiliki siapapun yang akan kujadikan sandaran. Mama telah pergi jauh sekali dan tenang disana..

 

***

“Itu pasti pukulan berat baginnya.” 




Sabtu, 6 Maret 1999

 Ibu panti tak memiliki hati pada kami semua. Ku tak tahan lagi disini. Aku kabur tapi tertangkap lagi. Kata ibu panti ada yang ingin mengasuhku. Ahhh, saya takut sekali dengan siapa yang akan menjadi orang tua asuhku.

 

***

"Malang sekali. Sudah jatuh tertimpa tangga, deh.”

 

 

 

Senin, 8 Maret 1999

Ternyata, pikiran kusalah. Mereka adalah keluarga  yang harmonis. Bunda Lisa yang penyayang, Ayah yang berwibawa, Cia yang ramah sekali, dan Abang Ilham yang tenang.

 

***

“Baguslah, jika keluarga itu harmonis.”

 




Kamis, 11 Maret 1999

Ku telah membohongi semua orang termasuk keluarga angkatku. Maafkalahku, Cia, Abang Ilham, Bunda, Ayah, teman-teman.  Namun, ku bahagia sekali hari ini.

 

***




Senin, 22 Maret 1999

Munafik teman-teman mereka hanya membohongi aku. Ku tak sengaja  mendengar percakapan Lisa dan teman-temannya. Mereka hanya ingin uang.

 

***

 

 

 

Selasa, 31  Desember 2002

Tiga tahu sudah ku tak bertemu Papa dan Abang. Dan, hari ini tepatnya tahun baru. Ku tak sengaja bertemu Papa dan Abang bersama keluarga barunya di tahun baru. Biarpun aku bersama kelaurga baruku tapi rasanya ada yang kurang. Ku tak berani bertemu langsung dengan mereka.

 

***

 

 

Selasa, 7 Januari 2003

Sedih, senang, perih, dan kecewa. Bercampur aduk Abang gak mengingat diriku.

Tapi, aku senang Abang sekelas malahan kami duduk semeja seperti dulu sebelum kejadian itu.

 

***

 

 

 

Rabu, 8 Januari 2003

Semua teman ku kecuali abangku, Cia, dan kakak Ilham yang ada untukku. Hanya mereka tidak yang lain!

 

 

***

Ara hanya menghela nafas gusar

 




Kamis, 9 januari

Ku bertemu teman lama. Ia sangggat baik seperti abangku, Cia, dan kakak Ilham. Namun kami hanya bertemu sebentar saja. Ia telah pergi jauh sekali  sama seperti  bunda meningggalkanku namun ia pergi  karena ketika ingin menyeberang untuk mengajak ku dirumahnya. Naas, ia telah pergi jauuuh sekali. Tapi, sebelum  pergi sempat mmemberikanku kalung yang berisi ehmmm kamera cctv.  Aku tak mengerti kenapa  memberikan itu. Namun, aku akan tetap selalu merawat kalung tersebut. 

 

***

 



Jumat, 17 Januari 2003

Kemarin, hampir saja Papa mengetahui jati diriku. Huh, kenapa tidak aku nolak aja pemintaan Abang untuk kerja kelompok dirumahnya.

 

 

***

“Untuk apa menolak permintaan Abangmu,” gumannya.

 

 

Jumat, 24 Januari 2003

Mereka membullyku habis-habisan. Namun, entah apa yang terjadi Abangku menolongku.

***

Ara menghela nafas berat dan kesal setengah mati.

 




Kamis, 30 Januri 2003

Sepandai-pandainya orang menyembunyikan bangkai pastikan tercium juga. Peribahasa itu pantas untukku. Mereka telah mengetahui tentang jati diriku. Sejak Abang mengetahui jati diriku. Abang memohon kepadaku untuk tinggal bersamanya. Bukan, aku tidak mau tapi, Ibu tiri dan saudara tiri ku tak senang dengan aku. Abangku dan Papa semakin gencar untuk aku kembali dan mereka berdua semakin gencar untuk membullyku. Sedangkan, keluarga angkatku memaklumiku biarpun Cia sempat merajuk.

 

***

Ara semakin merasa kasihan. 

 




Sabtu, 16 januari 2003

Hari ini aku kemah bersama keluarga. Entah apa yang kurasakan sebelum pergi kesini. Hari ini terasa aneh. Tidak tahu kenapa aku juga ingin memberi kalung ini kepada Cia.  Dengan syarat Cia harus menjaga ini dengan baik tapi, aku tidak memberi tahu kalau kalung ini berisi cctv.

 

***

Ara akan membuka halaman terakhir. Namun, sebuah peringatan berada dibawah  bacaan itu  tertulis dengan noda darah.

 

 

Jangan membuka halaman selanjutnya.

 

***

“Apaan maksudnya?” tanya Ara ngeri sekaligus penasaran. Sedangkan, kedua saudaranya yang bercek-cok ria itu berhenti. Mereka memandang aneh Ara. Rasa penasaran membuat mereka mendekati Ara tanpa Ara yang mengetahui kehadiran. Ara sibuk dengan pikirannya.

 

“Maksudmu, apa Ara?” tanya Rian membuat Ara kaget.

“Ini, bacalah.” Ara memperlihatkan bagian buku bagian belakang, setelah rasa kagetnya hilang. 

 

“Ah, paling aja cuma iseng,” cibir Ai sambil membuka buku halaman selanjutnya. Namun, secara tiba-tiba, lingkaran yang besar menarik mereka dengan paksa ke dalam dalam buku itu. Semakin lama makin kecil lingkaran itu.

 

Disebelah Rian tampak seorang wanita yang wajahnya seram. Ia menunjukkan  kearah jurang. Mereka langsung menoleh kearah jurang yang ada beberapa perempuam remaja yang menyeret seorang perempuan yang sama dengan perempuam yang disebelah Rian. Mereka reflek saling memandang satu sama lain mengidik ngeri.

“Tolong  aku Abang Aga, Abang Ilham, Cia, Papa, Mama, Ayah, dan Bunda,” pekikan itu menarik perhatian mereka untuk memandang perempuan itu. 

“Ya ampum kasihan sekali, huh. Agara Anissa Star, tidak ada yang akan mau menolongmu Ara yang manis,” jawab salah satu diantara mereka.

“Jangan sok jadi juara,” balas salah satu diantara mereka sambil menjambak rambutnya.

“Arggh, sakit. Aku gak akan menuruti kemauan kalian,” lirih tapi tegas.

“Oke.” Mereka  mendorong secara bersamaan ke jurang

 

Secarat tiba-tiba lingkaran kembali menarik  Rian, Ara, dan Ai masuk kelingkaran itu dan lingkaran itu menghilang. Mereka kembali didemesi lain lagi. Disekeliling mereka tampak banyak tenda-tenda khas kemping. Di situ mereka kenal beberapa orang, yaitu salah satunya ayahnya, ibunya, pamannya, dan perempuam tadi dan teman-temannya yang mendorong perempuam itu. Ibunya tampak menanggis tersedu-sedu sambil melihat kearah mayat yang berbujur kaku. Begitupun yang lainnnya. Sedangkan, yang teman-tamannya yang mendorong itut takut setengah mati yang tak diketahui siapa pun kecuali hanya mereka saja.

 

Perempuam yang didorong itu menatap Ara, Ai dan Rian nanar.  Lagi, secara tiba-tiba lingkaran itu menarik Rian, Ara, dan Ai masuk keliingkaran itu dan lingkaran itu menghilang. Mereka berada didemesi lain lagi. Disekeliling mereka tampak seperti gudang disebelah mereka tapi itu seperti yang baru. Tampak diary yang dibaca mereka ditulis oleh seseorang yang didorong. Ia menuliskannya sesuatu didiary itu. Ia menaruhkan buku didiary  tersebut paling bawah daripada buku yang lain.  

 

Sekali lagi secara tiba-tiba lingkaran itu menarik  Rian, Ara, dan Ai masuk keliingkaran itu dan lingkaran itu menghilang. Mereka berada didemesi lain lagi tapi kali ini mereka kembali ke tempat semula. Mereka sontak berpandangan satu sama lain. Setelah sadar  mencari buku tersebut yang berada entah kenapa. 

 

“Tolong minta tolong Cia untuk melihat cctv yang ada dikalung itu. Kumohon tolong siapa saja yang membuka buku ini untuk minto tolong padanya dan juga hukum mereka setimpalnya,” baca Ara bertepat datangnya Jesciska (ibu mereka) membuat bingung sambil melihat kalung pemberian seseorang. Rian yang melihat arah pandangan ibunya itu mengikuti pandangannya.

 

***

“Bu, tahukah kalung ini?” tanya Rian.

 

“Ya, ampun yan bukankah Ibu pernah bercerita tentang kalung Ini ya?”

 

“Bu, siapa nama adik tiri Ibu dan sekaligus Adik kandung ayah?”

 

“Agara Anissa Star dipanggil Ara. Seperti namamu Ara. Ya, kakek Raka memberikan nama itu padamu karena kemu sama persis dengan Ara.” Jessicka memberi  tersenyum.  Ara, Ai, dan Rian seketika berpandangan.

“Kenapa?” Tidak ada respon dari parar sudaranya. Ara ragu-ragu bercerita.

 

 

***

“Hay, Riri apa kabar?” tanya Jessicka, takkala mereka semua diruang tamu.

“Baik, kalau kamu bagaiamana?”

 

“Baik juga. Oh, ya Rian tolong pinjam laptop!” perintah Jessicka terhadap Rian yang berpura-pura main laptop.  Rian memberikan laptop tersebut dengan tergesa-gesa. Jessicka langsung melepaskan kalung yang dipakai. Setelah itu, mencari memori ketika memori itu dapat ditanggalkan langsung masukkan ke dalam laptop membuat Riri dan teman-temannya langsung mundur.

“Mau kemana Riska, Riri, dan Rima?”

 

“Ah, tidak. Kami mencari tempat yang nyaman saja.” Jawaban  bertepat dengan selesai kalimat tersebut tergambarlah peristiwa yang menyedihkan.

 

“Ya ampum kasihan sekali, huh. Agara Anissa Star, tidak ada yang akan mau menolongmu Ara yang manis,” jawab salah satu diantara mereka.

“Jangan sok jadi juara,” balas salah satu diantara mereka sambil menjambak rambutnya.

“Arggh, sakit. Aku gak akan menuruti kemauan kalian,” lirih tapi tegas.

“Oke.” Mereka  mendorong secara bersamaan ke jurang

 

Seketika, putaran itu dihentikan oleh Jessicka. Jessicka menatap mereka dengan wajah tak tergambarkan.

 

“Ayo ngaku kalian bukan yang membunuh Ara?” tanya Jessicka yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak. Rasa takut mereka sekarang sudah sedikit menghilang.  Semua yang berada  disana melonggo tak percaya

.

“Kalian bertiga. Kalian harus dibawa kekantor polisi,” ungkap Raka yang membuat mereka bertiga langsung kabur. Namun naas ternyata rumah tersebut sudah dikerpung oleh polisi. Setelah mereka bertiga dibawa polisi. Salah satu polisi mendatangkan  Jessicka,  Ara,  Rian, dan Ai mengatakan terima kasih padan mereka yang disambut tatapan heran Raka dan Aga. Jessicka yang melihat tatapan tersebut bercerita. Ternyata semua ini sudah dipersiapan matang-matang oleh  Jessicka, Rian, Ara, dan Ai. Setelah bercerita Ara  melihat adik kandung Ayahnya tersenyum tulus dan mengucapkan selamat tingggal yang disambut senyum ramah oleh Ara lalu lama-kelamaan menghilang.

 

  

 

END

  

 .    SELESAI DAN SAMPAI JUMPA

 

Bagi yang ingin cerita lainnya dari aku silahkan inbox aku ke fb atau ig untuk tahu cerita lainnya.

                                                                                                                                               

 

Selasa, 01 Januari 2019

TERNYATA KU MEMILIKI…….




Di sebuah tempat hiduplah seorang gadis sombong yang bernama lengkap Bulan Putri Purnama, Panggil saja Bulan. Dia adalah Putri tunggal Pengusaha yang terkenal di manca-Negara. Tinggal bersama ayah. Dan Ibunya sudah meninggal. Namun ayahnya tidak pernah membawanya ke makam Ibunya, setiap kali  di tanya hanya bisa mengalihkan topik pembicaran.

Ayahnya adalah orang super sibuk sehingga waktunya untuk hanya sedikit itu alasan adalah kenapa gadis itu oteriter pada orang-orang dan persetan dengan omongan orang lain. Dan alasan lainnya adalah gadis itu merasa tidak ada yang perduli dengannya. Di sekolah gadis itu hanya memiki 3 sahabat.

 

***

“Hay, teman-teman perkenakan Bintang Putra  Wijaya panggil saja Bintang. Senang bertemu dengan kalian dan mohon bantuannya teman-teman.” Siswa itu tampak ramah terbukti dia terus memberi senyumnya.   Seketika membuat lamunan Bulan buyar. Ketika tidak sengaja matanya sipitnya beradu dengan mata madu milik lelaki itu Bulan mendengus.  

 

“Bintang, silahkan duduk disebelah Bulan.”Guru itu menunjuk bangku tepat di sebelah Bulan.

“Iya, pak, terimakasih, “ balas Bintang membuat salah satu bibir Bulan terangkat. Ketika Bintang ingin duduk disebelah Bulan, Bulan mengeser bangku tersebut didekatnya. Seketika Bintang tersebut terjatuh.

            Anak-anak yang ada di kelas pun beramai-ramai tertawa siapa yang paling kencang. Bulan hanya mengulum senyumnya sambil menatap Bintang dengan sorot meremehkan.  Bintang yang melihatnya hanya bisa mengulum senyumnya. Bulan yang melihat reaksi Bintang membuat moodnya buruk. Bulan memalingkan wajahnya ketika Bintang duduk dekat dengannya. Di ambang pintu Bulan melihat seorang wanita paruh baya menatapnya dengan pandangan tidak dapat di artikan. Wanita itu juga menebar senyumnya.

 

 

 

Siapakah, dia. Huh, kenapa gue harus penasaran sekali si?.

 

 

***

Beberapa bulan kemudian

Sejak ada Bintang, Bulan mulai merasa ada yang tidak beres dengan kehidupanya. Dimulai dari wanita paruh baya itu.

 

 

 “Non, kita udah sampai.” Bulan hanya membalas dengan gumanan.

 



“Kamu tahu tidak apa yang Bulan lakukan kepada Bintang?" tanya seseorang yang dari nada bicaranya adalah wanita. Tidak ada angin tidak ada hujan Bulan membuka pintu dan masuk tanpa diketahui oleh mereka.

 

 Bulan melihat disana ada ayah yang menunduk, Bintang pandang kearah arah Bulan, lebih tepatnya kearah pintu dengan tatapan kosong, lalu wanita paruh baya yang tak dikenal Bulan tapi familiar berkacak pinggang dihadapkan ayah.

 

“Ya, maaf Rasti. Saya janji akan mengubah sifat Bulan.” Ayah merasa bertahan posisi yang sama.

 

“Ya, mau mengubah Bulan bagaimana kalau kau saja sibuk dengan perkerjaanmu. Mau kiamat pun Bulan akan tetap begitu am," jerit sarkatis wanita itu, dan Ayahnya mulai mengangkat wajahnya.

 

“Ya, ya, ya. Aku tahu tapi itu kan salah mu sendiri kenapa kau menyembuyikan anak ku,” kata Ayahnya  kesal  sambil mengelus puncak kepala Bintang. Bintang yang mendapat pengakungan itu masih mengeming. 

 

 Apa, maksud ayah?

 

 

 “Hey, harusnya  aku yang protes bukan kamu. Kau lihat kan sekarang anakku menjadi begini karena siapa?  Harusnya Bulan juga tinggal bersamaku  maka Bulan akan menjadi anak yang baik sekarang.” Sekarang wanita itu tidak menyerit lagi.  Pandangan mata wanita itu sekarang mengarah ke Bulan, matanya mulai meneteskan air mata.

 

 

Ayah, berbohong tentang kematian ibu, dan gue bukan anaknya satu-satu ayah.

 

 

 

“Bb bu bul bulan...” kata ayah, Bintang, dan Wanita tersebut, gagap, yang baru megetahui kehadiran ku. Bulan hanya bisa lari sekuat tenaga tanpa menghiraukan teriakan mereka bertiga. 

 

 “AWAS! “ teriak Bintang, dan Bulan merasa ada yang mendorong tubuhnya ditepi jalanan. Bruukkkk.

 

Jika takdir sudah  bisa mengalahkan  usaha maka tidak ada yang bisa mengalahnya.

 

“Arggggggggggh!” teriak itu bukan Bintang tapi juga Bulan. Sesat Bulan merasa dirinya terpental bersama Bintang. Samar-samar juga Bulan meliat disampingnya ada Bintang yang megeluarkan darah segar di kepalanya dan semua gelap.

Semua orang yang berada di tempat kejadian pun berondong-berondong menghampiri mereka, terutama orang tua mereka.

 

***

Bulan Perlahan-lahan membuka matanya, mengerakan tangan, dan hidungnya mulai mencium bau obat-obatan khas rumah sakit. Semua orang  yang berada di ruangan itu mengerumbuminya.

“Sudah bangun ya sayang “

“Sudah bangun ya sayang “

 

Ayah dan ibu Bintang bertanya bersamaan, tapi tidak ada jawabanya. Kedua orang tuanya mulai merasa panik.  Sedang sang empu hanya sibuk melihat keseliling.

“Dimana Bintang?” Tidak ada jawaban membuat Bulan menjadi naik pitam.

 

 

1 tahun kemudian

            Setelah kejadian itu Bintang bangun dari koma. Orang tua mereka juga mau  rujukan lagi. Ya, tepatnya 11 bulan Bintang bangun dari komannya. Akhirnya kesalah pahaman tentang kematian Ibu telah selesai dan jangan lupa tentang Ayahnya yang sibuk dengan kerjanya  ternyata malah mencari Bintang.

 

Ibunya juga pernah bilang padanya kalau pada saat itu menatapnya tajam disekolah itu karena Ibunya masih tidak menyangka kalau anaknya akan seperti ini. Bintang juga sudah tahu dari  dulu waktu kecil, kalau ia memiliki adik dan itulah adalah alasan kenapa setiap Bulan dan Genknya  membullynya,  ia malah diam dan tersenyum. Ketika seantero sekolah tahu kalau mereka saudara kambar mereka terkejut. Sekarang Bulan mulai merasa bisa merasa bersyukur.

Namun ada satu hal yang menganggu Bulan adalah kelurganya yang suka mengurus urusannya dan memanjakannya seperti anak kecil saja. Teman-temannya juga sering sekali kerumahku dan kami biasanya memasak. Namun sejak adanya Bintang, Bulan dan teman sengenknya nilai mereka mulai membaik dan tentunya sikap mereka juga.

 

 “Bulan melamun melulu, bukannya makan," tegur Bintang membuat lamunan  Bulan pecah seperti kaca.   

“Oh, ya. Mau di suap kali dengan ayah atau ibu atau Bintang. Ya kan bu?” ungkap ayah, melirik ibu.

Sebelum Ibu menjawab, Bulan membalas: “Tidak, kok yah. Tapi.”

 

“Terima kasih,” lanjut Bulan. Reaksi mereka seperti yang diharapkan. “Maksudnya terima kasih karena membuat Bulan berubah menjadi Bulan yang lebih baik.”  

 

“Kami  juga terima kasih.” Serempak mereka berkata sambil memelukku hangat. Sekarang Bulan mengerti kenapa dia kesepian karena dia tidak mau bersyukur dan bersikap buruk pada siapa pun.

 

 

END


SELESAI DAN SAMPAI JUMPA

Bagi yang ingin cerita lainnya dari aku silahkan inbox aku ke fb atau ig untuk tahu cerita lainnya.