Hari ini
Seperti biasa ...
Aku tak pernah berani
mengengam,
Satu sama lain
Hanya bisa melihat dari
jauh
Tak ingn terlalu dekat,
Dan menginginkan lebih
jauh
Asing,
Kita semakin asing
Seasing antara alam lain
dan alam manusia
Di jaman sekarang ketikkan atau omongan bisa memberi luka, baik sengaja atau tidak. Karena, hal tersebut banyak orang menyimpan dendam. T...
Hari ini
Seperti biasa ...
Aku tak pernah berani
mengengam,
Satu sama lain
Hanya bisa melihat dari
jauh
Tak ingn terlalu dekat,
Dan menginginkan lebih
jauh
Asing,
Kita semakin asing
Seasing antara alam lain
dan alam manusia
Hadir mu biasa menurutmu
Tapi ...
Bagiku hadirmu luar biasa
Dan berhasil memberi suasana baru
Senyumnya madumu
Berhasil menangkan diriku
Lembutnya sikapmu
Berhasil mencairkan kerasnya hatiku
Tapi, hati dan logika tak pernah sejalan
Mereka satu sama lain mencaci maki
Di ujung senja ...
Ku putuskan untuk memilih logika
Mengenalmu sejak dini,
Masih segar ketika dirimu,
Meminta kepada ku untuk menjadi sahabatmu
Mata pandamu beroll eyes
Senyummu lugu
Kepalamu menunduk
Mengemeskan, bukan?
Namun ...
Seiring waktu kita bersama
Aku menemukkan diriku semakin tersesat
Salahkah, aku mencintaimu lebih dari sahabat?
Siang menjelang sore
Ku temukan seseorang,
Kata orang dia menakutkan
Namun, kata ku dia selalu lucu
Putih biru ...
Adalah masa terbaik untuk bersenang-senang,
Dia ...
Satu tingkat di bawahku
Masih ku ingat
Ketika curi-curi pandang padanya
Dia tersenyum untuk pertama kalinya
Angin?
Bisakah engkau titip rindu
padanya?
Bentala?
Apakah kamu menertawakan
lenungku?
Bukankah lebih baik
mundur?
Karena di cinta lebih baik
daripada mencintai
Bukankah lebih baik
terluka?
Daripada melukai
Cukup simpan dan rasakan
Perasaan rindu yang
mengila ini
Ku hembuskan nafas
Sekali-kali mata melirik cemas
Malam ini jauh lebih sunyi
Melangkah bagai seorang pencuri,
Derap langkahnya teratur dan tersembunyi
Perlahan-lahan ku buka pintu
Seperti seorang pencuri
Sekali-kali mengadah ke langit
Malam ini ...
Ku putuskan untuk menjauh sementara
Malam ini ku seduh kopi
Ku tertawa kecil
Mengenalmu membuatku
kembali,
Membuka lembaran buku kuno
Dulu buku kuno itu yang
selalu ku baca paksa
Masih segar teringat jelas
Bertapa mengutuknya ku pada peran antoganis
Terutama yang memulainya
Buku itu juga selalu di
bincangkan,
Oleh seseorang pernah
hadir
Orang itu seperti bunga mawar
Menenangkan sekaligus berbahaya
Bagaskara menamparku secara kasar
Menamparku karena melupakan hari bersejarah
Ibu?
Kau tahu hari ini?
Hari dimana semua ibu menantinya
Dan semua anak diam-diam menantinya
Sebuah untaian puisi tidaklah cukup untukmu
Sebuah ucapan pun tidak cukup
Kau adalah malaikat tanpa
Senjata mu adalah yang paling mulia
Yaitu hatimu
Bentala adalah saksi biksu
Saksi bisu,
Atas kisah cinta kita
Dua tuhan tidak membuat kita bersatu,
Karena, Tuhan kita satu sama lain saling membantu,
Membantu untuk kita berpisah
Sekuat apapun untuk bersama,
Kita akan tetap berpisah
Tubuh rapuh tersadar di kursi
Tepat pergantian hari terdengar detikkan
Korban saksi biksu, lara
Setelah kopi dan kertas
Bagai pertukaran kalbu dan telinga
Kalbu terasa mendengar suaranya
Telinga menuli
Karena, rasa ini menyiksa
Menyiksa dalam diri
Mencoba menghilangkan harga diri
Detik itu mulai perang dalam diri
Membuai menjadi jouska
Mawar ...
Si manis yang penuh cinta,
Namun ...
Terkadang menyakitkan
Layaknya barang tren
Di minatin oleh semua
kalangan
Mawar juga serupa barang
antik,
Mahal dan indah
Kelopak mawar ...
Seperti fisoli semua insan,
Makna berbeda setiap
kelopaknya